Perlindungan Hukum Bagi Kreditor Terhadap Perjanjian Kredit Tanpa Jaminan

  • Bagikan

OLEH : NAOMI CLAVER SLAVINIA TJIANG

S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Muhammadiyah Malang, Jl. Raya Tlogomas No. 246 Malang, Jawa Timur, Indonesia 65144
Email : Naomi Claover Slavinia Tjiang

Malang ( siaptv.com ) – Perkembangan Ekonomi dalam Masyarakat Perkembangan dalam suatu masyarakat terlihat pada perkembangan yang ada pada masyarakat tersebut, baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan politik. Seiring dengan meningkatnya kegiatan Pembangunan Nasional, peranan pihak swasta dalam kegiatan pembangunan semakin ditingkatkan juga. Hampir seluruh kegiatan pembangunan tersebut terkait dengan kegiatan di bidang pembiayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam suatu perusahaan, pembiayaan dan peralatan modal sering dilakukan melalui sistem perbankan dan lembaga keuangan non-bank, misalnya dengan tersedianya jasa kredit (pinjaman) dari bank. Permasalahan mengenai penggunaan jasa ini muneul, misalkan, pada perusahaan yang baru didirikan, yang belum mempunyai asset untuk dijadikan jaminan bagi pinjaman yang akan diperoleh dari bank.Untuk mengatasi masalah ini, dapat digunakan. fasilitas kredit tanpa agunan (KTA) sebagai alternatif perkreditan, karena dalam kredit tanpa agunan (KTA) pengusaha tidak perlu menyediakan jaminan.

Fasilitas kredit tanpa agunan (KTA) ini disediakan. Standard Chartered Bank2 Fasilitas lain serupa dengan kredit tanpa agunan (KTA) di antaranya, Dana Multi Guna (ABN Amro Bank), Ready Cash (Citifinancial, Citibank), KUK Plus/Kredit Umum Konsumsi (Bank BNI ’46), Sumber Kredit (GE), Fix ‘n Fast (Bank Danamon), dan Kredit Multi Guna (Bank Mandiri), Kredit Wira Usaha3 (Bank Artha Graha).

SCB telah berada di Indonesia lebih dari 140 tahun, dan kini memberikan layanan dalam bidang corporate banking, trade finance, dan consumer banking. Rangkaian produknya dimulai dari pengelolaan dana, fasilitas pembiayaan perdagangan dan valuta asing, hingga layanan pribadi seperti kartu kredit dan fasilitas kredit tanpa agunan (KTA).

Terbentuknya Sistem Kredit
Goleh Standard Chartered Bank kepada aplikan individual tanpa meminta agunan/jaminan atau kolateral KTA dilihat dari segi tujuan penggunaan kredit termasuk kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan oleh bank swasta yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari.

Dilihat dari segi jaminannya, KTA termasuk jenis kredit tanpajaminan atau kredit blanko (unsecured loan), yaitu pemberian kredit tanpa jaminan materiil (agunan fisik).

Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan dan Undang-Undang perubahannya (Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998), pemberian kredit demikian dapat saja direalisasikan, sebab perundang-undangan perbankan yang berlaku sekarang lebih menganut kepada jaminan yang bersifat non-fisik.

Artinya bahwa pemberian kredit dapat dilakukan oleh bank apabila bank mempunyai keyakinan terhadap debiturnya atas kemampuan, dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.

Adapun Agunan merupakan jaminan tambahan yang lebih bersifat fisik. KTA mengandung lebih besar resiko, sehingga dengan demikian berlaku bahwa semua harta kekayaan debitur baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, yang sudah ada maupun yang akan kemudian seluruhnya menjadi jaminan pemenuhan pembayaran hutang.

Industri perkreditan berjalan dengan bersandarkan pada ketenluan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan alas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia baik dalam bentuk Surat.

Kebutuhan kredit bagi masyarakat
Redit adalah layanan pinjaman dana dari lembaga keuangan kepada nasabah. Pinjaman tersebut harus dibayarkan kembali dalam jangka waktu yang telah disepakati beserta bunganya.

Dana hasil kredit tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti membeli barang, menambah aset properti atau kendaraan, mengembangkan bisnis, atau menambah stok barang. Kredit sejatinya berasal dari bahasa Italia, yakni credere yang artinya kepercayaan.

Dimana Bank sebagai badan usaha yang dapat menghimpun dana masyarakat dalam bentuk tabungan dan juga dapat menyalurkannya dalam bentuk pinjaman atau kredit kepada masyarakat. Untuk pemberian kredit dimana bank hanya memperhatikan dua prinsip yaitu kepercayaan dan kehati – hatian, masyarakat dan bank mempunyai hubungan yang sangat erat dimana masyarakat memerlukan dana dari bank, begitu juga bank yang memerlukan dana dari masyarakat. Pinjaman atau kredit bank dapat disalurkan kepada siapa saja yang memerlukan baik untuk individu maupun bagi dunia usaha.

Jaminan Kebendaan dalam Kredit
Perlindungan hukum dalam transaksi perbankan merupakan hal yang patut dikedepankan agar kepentingan para pihak dapat terlindungi.

Wujud perlindungan hukum pada dasarnya merupakan upaya penegakan hukum. Mengingat pemberian KTA dilakukan tanpa agunan (agunan fisik), sangat perlu bagi bank untuk melakukan proteksi terhadap kemungkinan terjadinya resiko, misalnya, kredit macet. Sebagaimana telah diamanatkan pada Pasal 2 PBI tersebut, bahwa bank wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, tidak mengatur secara Iangsung perlindungan bagi nasabah. DaIam bab V diatur tentang pembinaan dan pengawasan bagi bank. Ketentuan teresebut adaIah PasaI 29 ayat (I): Pembinaan dan pengawasan bank diIakukan oIeh BankI Indonesia.

PasaI 29 ayat (2): Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai dengan ketentuan kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas, solvabilitas, dan aspek lain yang berhubungan dengan usaha bank, dan wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati hatian.

PasaI 29 ayat (3): Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan melakukan kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank.

PasaI 29 ayat (4): Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank.

Perlindungan hukum terhadap nasabah debitur juga terdapat daIam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, mengingat nasabah termasuk konsumen akhir. DaIam PasaI 18 ayat (1) Undang-Undang ini, diatur mengenai Iarangan pencantuman kIausuIa baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabiIa:

1. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha (Pasal 18 ayat (I) huruf a)

2. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran (Pasal 18 ayat (1) huruf d)

3. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru, tamabahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya.

Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti 36 Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum” Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan Undang Undang Perlindungan Konsumen. Bank Indonesia juga mengeluarkan peraturan yang menyangkut perlindungan hukum terhadap nasabah debitur, diantaranya, 1. Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBI/2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Dalam Pribadi Nasabah 2. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/1120IKEP/DIR Tanggal 25 lanuari 1995 Tentang Tala Cara Tukar Menukar lnformasi Antar Bank 3. Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/37IKEP/DIR Tanggal 10 Juli 1995 Tentang Informasi Debitur Bank Umum.

4. Terjadinya Jaminan Kredit
Pihak Kreditor dalam memberikan kredit akan menentukan terlebih dahulu apa yang menjadi jaminan atau anggunan dari kredit yang diberikan, misalnya dalam kredit pembelian kendaraan yang menjadi jaminan ialah BPKB dari kendaraan tersebut. Bagi pihak Kreditor, dengan ditentukan dari awal tentang apa yang dijadikan jaminan terhadap kredit yang diberikan akan memudahkan bank untuk melakukan eksekusi apabila terjadi wanprestasi karena sudah tertentu apa yang menjadi jaminannya agar tercipta perlindungan hukum bagi kreditor itu sendiri. Jaminan yang diminta oleh bank sesuai dengan kredit yang diajukan, kadangkala bank juga meminta jaminan penanggngan terhadap hutang tersebut. Salim HS, membedakan jaminan menjadi dua yaitu; yang pertama jaminan kebendaan (jaminan materil) dan kedua jaminan perorangan (Jaminan inmateril).

Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada orang tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umum. Jaminan perorangan (penanggung) merupakan suatu perjanjian dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berhutang mengikatkan diri untuk memenuhi perikatan debitur. Jaminan ini timbul dari perjanjian antara kreditur dan pihak ketiga, hal tersebut dilakukan untuk menjaga atau mengantisipasi kemungkinan debitur cidera janji (wanprestasi), maka dalam hal ini jaminan perorangan atau pihak ketiga bertindak sebagai penjamin dalam pemenuhan kewajiban debitur.

Istilah jaminan perorang berasal dari kata borgtocht (penanggungan) dan ada juga yang menyebut dengan jaminan inmateri. Perjanjian kredit merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam pemberian kredit. Tanpa perjanjian kredit yang ditanda tangani oleh pihak kreditur dan debitur, maka tidak ada perjanjian debitur tersebut. Perjanjian ini merupakan ikatan atau hubungan hukum yang didalamnya ada kesepakatan-kesepakatan mengenai hak dan kewajiban kedua pihak sehubungan dengan pemberian kredit, dan biasanya perjanjian kredit, selain jaminan berupa barang ataupun benda yang dapat di nilai dengan uang, biasanya perjanjian kredit diikuti dengan perjanjian jaminan perorang (penanggungan), setiap perjanjian kredit antara bank dengan debitur, memberikan kepastian hukum untuk pengajuan dan pemberian kredit, maka dalam pemberian kredit tersebut pihak bank meminta jaminan terebut. Kredit yang diberikan oleh bank, mengandung resiko, dalam pemberian kredit bank harus memperhatikan atau menilai terlebih dahulu tentang kesanggupan dan kemampuan debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan perjanjian, selain itu bank juga harus melakukan penilaian watak, modal, kemampuan, agunan, dan prospek usaha dari debitur.

5. Masalah Dalam Perjanjian Kredit
Dibidang dunia usaha atau perusahaan pasti terjadi hubungan hukum, artinya suatu hubungan subyek hukum, yang akibat dari hubungan hukum itu kebanyakan erjadi karena perjanjian. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara 2 (dua) pihak atau lebih, dimana para pihak dengan sengaja mengikatkan diri atau saling mengikatkan diri, yang mana satu pihak mempunyai hak (kreditur), sedangkan pihak lain mempunyai kewajiban (Pasal 1313 KUH Perdata). Di dalam suatu perjanjian, masing-masing terdapat suatu kewajiban yang disebut prestasi, yang isinya:

a. Memberi sesuatu (misal: uang, barang, dan sebagainya)
b. Berbuat sesuatu (misal: membuat bangunan, mengirim barang, mengangkut orang, dan sebagainya)
c. Tidak berbuat sesuatu (misal: tidak menutup jalan, dan lain-lain).

Berkaitan dengan pemberian kredit oleh bank kepada debitur tentu pula mengandung risiko usaha bagi bank. Risiko di sini adalah risiko kemungkinan ketidakmampuan dari debitur untuk membayar angsuran atau melunasi kreditnya disebabkan sesuatu hal tertentu yang tidak dikehendaki.

Perlindungan Terhadap Kreditor Melalui Jaminan Umum
Pengaturan tentang perjanjian terdapat dalam ketentuan-ketentuan KUH Perdata, Buku Ketiga tentang Perikatan, dan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sepanjang yang mengatur tentang larangan pencantuman klausul baku dalam perjanjian.

Perjanjian kredit yang dibuat secara sah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku (antara lain memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata) merupakan undang-undang bagi bank dan debitur. Ketentuan Pasal 1338 KUHPerdata menetapkan suatu perjanjian yang sah berlaku.

Upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan hukum terhadap Kreditur (bank) di antaranya, dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 311 O/PBI/200 I yang telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/23/PBII2001 Tentang Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Customer Principle), prinsip 4C. Dan prinsip 4P. Selain itu, juga dilakukan pelatihan bagi para sales tentang pengisian formu lir KYC yang benar. Pada 5CB ada juga divisi khusus terkait dengan penerapan Prinsip Mengenal Nasabah. Sementara itu, upaya yang dilakukan dalam rangka perlindungan hukum terhadap Debitur (nasabah) di antaranya, dengan adanya pengaturan pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Bank Indonesia Nomor 7/6/PBII2005 Tentang Transparansi Informasi Produk Bank dan Penggunaan Data Pribadi Nasabah, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 27/1120/KEP/DIR Tanggal 25 Januari 1995 Tentang Tala Cora Tukar Menukar Informasi Antar Bank, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 28/37/KEP/DIR Tanggal 10 Juli 1995 Tentang Informasi Debitur Bank Umum.

Industri perkreditan (termasuk pula Kredit Tanpa Agunan (KTA)) berjalan dengan bersandarkan pada ketenluan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan alas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia baik dalam bentuk Surat Keputusan (SK), Surat Edaran (5E) maupun Peraturan Bank Indonesia (PBI) dan ketentuan perjanjian yang terdapal dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata pada buku ketiga mengenai perjanjian pada umumnya. Sampai sekarang undang-undang atau peraturan lain yang mengatur mengenai kredit tanpa agunan (KTA) maupun perkreditan di Indonesia secara khusus betul terealisasi, sehingga dirasakan belum tercapai kepastian hukum ( Red/ Dnk)

  • Bagikan